Pada tanggal 18 Desember 2008, DPR secara resmi telah mengesahkan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi Undang-Undang. RUU yang sejak awal menuai kontroversi ini tetap saja disyahkan oleh wakil-wakil rakyat di DPR.
UU BHP akan diterapkan untuk Perguruan Tinggi di Indonesias, UU BHP akan memberikan otonomi kepada perguruan tinggi untuk mengatur segala sesuatunya sendiri termasuk sumber dan penggunaan keuangan.
UU BHP adalah cermin tidak bertanggung jawabnya pemerintah dalam urusan pendidikan, pemerintah tidak mau lagi ikut campur termasuk dalam hal dana untuk pendidikan tinggi. Ada beberapa hal yang saya khawatirkan dalam penerapan UU BHP ini, antara lain :
1. Mahalnya Biaya Pendidikan
Dengan adanya kewenangan dalam menentukan sumber dana untuk perguruan tingginya, pihak rektorat perguruan tinggi bisa menetapkan biaya/iuran yang tinggi untuk mahasiswa. Hal ini karena pemerintah tidak lagi membantu dalam biaya operasional perguruan tinggi.
Perguruan Tinggi (PT) bebas menentukan item-item biaya operasional yang nantinya harus dibayar oleh mahasiswa. Nantinya, hanya orang-orang berkanton tebal saja yang bisa kuliah dan mendapat pendidikan lebih baik.
Dirjen Dikti dalam sebuah wawancara di Trans 7, pernah mengatakan "Jika gajah Mada punya 50.000 mahasiswa, Gajah Mada Wajib mencari 10.000 anak-anak miskin yang berpotensi untuk kuliah disana". Pernyataan itu menurut saya cuma mimpi dan akan jadi ajang penyelewengan. Mekanisme apa yang bisa menjamin kebijakan seperti itu, alih-alih beasiswa untuk orang miskin, nantinya kebijakan seperti itu akan jadi lahan korupsi dalam bagi orang kaya yang ingin kuliah lebih murah dengan membayar suap pada oknum di PT.
Saat ini saja biaya pendidikan sudah mahal, di Unlam saja dibutuhkan dana 2 juta - 5 Juta untuk uang masuk (tergantung Program studi). Belum lagi iuran semester yang rata-rata 1 juta/semester.
2. Menambah Lahan Korupsi
Walaupun ada jargon tentang transparansi dalam UU BHP, tetap saja ini tidak bisa dipercaya. Seperti yang kita ketahui bersama, Negara kita adalah negara korup. Tidak mudah untukmembasmi korupsi yang sudah jadi musuh negeri ini, buktinya masih banyak pejabat, anggota DPR atau bahka hakim yang tertangkap.
Dengan otonom yang penuh dalam penerimaan dan pengeluaran, maka semua dana yang masuk serta penggunaanya masih bisa saja dikorupsi. Jika sudah ada sistem, maka sistem itupun bisa "diakali". Jika ada BPK atau akuntan publik, itu juga masih bisa disuap. Jadi intinya BHP,a kan melahirkan tunas korupsi di dunia pendidikan.
3. Tidak adanya standar perguruan tinggi
Otonomi penuh termasuk untuk kurikulum dan sistem pendidikan akan mengakibatkan hany PT yang aktif dan kreatif akan lebih maju dan PT yang pasif akan tertinggal. Hal itu menyebabkan semakin nyatanya ketimpangan kualitas pendidikan antar PT.
Tidak itu saja, PT yang pasif kan ditinggalkan oleh mahasiswa sehingga jumlah mahasiswanya sedikit dan kemungkinan Palilit seperti tercantum dalam UU BHP bisa terjadi. Kalau sudah begini mending ga usah ada Perguruan Tinggi Negeri.
UU BHP sudah diterapkan, kita hanya bisa melihat bagaimana aplikasinya nanti. Kita Tungg Saja!!!
UU BHP adalah cermin tidak bertanggung jawabnya pemerintah dalam urusan pendidikan, pemerintah tidak mau lagi ikut campur termasuk dalam hal dana untuk pendidikan tinggi. Ada beberapa hal yang saya khawatirkan dalam penerapan UU BHP ini, antara lain :
1. Mahalnya Biaya Pendidikan
Dengan adanya kewenangan dalam menentukan sumber dana untuk perguruan tingginya, pihak rektorat perguruan tinggi bisa menetapkan biaya/iuran yang tinggi untuk mahasiswa. Hal ini karena pemerintah tidak lagi membantu dalam biaya operasional perguruan tinggi.
Perguruan Tinggi (PT) bebas menentukan item-item biaya operasional yang nantinya harus dibayar oleh mahasiswa. Nantinya, hanya orang-orang berkanton tebal saja yang bisa kuliah dan mendapat pendidikan lebih baik.
Dirjen Dikti dalam sebuah wawancara di Trans 7, pernah mengatakan "Jika gajah Mada punya 50.000 mahasiswa, Gajah Mada Wajib mencari 10.000 anak-anak miskin yang berpotensi untuk kuliah disana". Pernyataan itu menurut saya cuma mimpi dan akan jadi ajang penyelewengan. Mekanisme apa yang bisa menjamin kebijakan seperti itu, alih-alih beasiswa untuk orang miskin, nantinya kebijakan seperti itu akan jadi lahan korupsi dalam bagi orang kaya yang ingin kuliah lebih murah dengan membayar suap pada oknum di PT.
Saat ini saja biaya pendidikan sudah mahal, di Unlam saja dibutuhkan dana 2 juta - 5 Juta untuk uang masuk (tergantung Program studi). Belum lagi iuran semester yang rata-rata 1 juta/semester.
2. Menambah Lahan Korupsi
Walaupun ada jargon tentang transparansi dalam UU BHP, tetap saja ini tidak bisa dipercaya. Seperti yang kita ketahui bersama, Negara kita adalah negara korup. Tidak mudah untukmembasmi korupsi yang sudah jadi musuh negeri ini, buktinya masih banyak pejabat, anggota DPR atau bahka hakim yang tertangkap.
Dengan otonom yang penuh dalam penerimaan dan pengeluaran, maka semua dana yang masuk serta penggunaanya masih bisa saja dikorupsi. Jika sudah ada sistem, maka sistem itupun bisa "diakali". Jika ada BPK atau akuntan publik, itu juga masih bisa disuap. Jadi intinya BHP,a kan melahirkan tunas korupsi di dunia pendidikan.
3. Tidak adanya standar perguruan tinggi
Otonomi penuh termasuk untuk kurikulum dan sistem pendidikan akan mengakibatkan hany PT yang aktif dan kreatif akan lebih maju dan PT yang pasif akan tertinggal. Hal itu menyebabkan semakin nyatanya ketimpangan kualitas pendidikan antar PT.
Tidak itu saja, PT yang pasif kan ditinggalkan oleh mahasiswa sehingga jumlah mahasiswanya sedikit dan kemungkinan Palilit seperti tercantum dalam UU BHP bisa terjadi. Kalau sudah begini mending ga usah ada Perguruan Tinggi Negeri.
UU BHP sudah diterapkan, kita hanya bisa melihat bagaimana aplikasinya nanti. Kita Tungg Saja!!!
ya, ditambah lg byk program2 percepatan yg dibuat u/ org2 kaya krn biayanya mahal, termasuk program kerjasama dgn daerah2 utk civil effect. masihkah GURU menjadi pahlawan tanpa tanda jasa?
http://useyourblog.blogspot.com/