Fenomena ini terjadi sejak hari sabtu tanggal 13 Desember 2008, air sungai pasang lebih tinggi dari biasanya yang mengakibatkan air menggenang di sebagain ruas Jalan Jalan utama sepert kayutangi, Jl. Jendral Sudirman (dekat Taman Siring), Jl. Zapri Zam-Zam, Jl. Lambung Mangkurat, dan beberapa Jalan Kecil atau Lingkungan. Air tersebut juga sudah mulai nakal dengan masuk ke dalam rumah yang lantainya mempunyai elevasi rendah. Sehingga cukup merepotkan karena bukan cuma air yang masuk, tapi juga lumpur yang tersisa saat air surut.
Sejak dulu memang Banjarmasin dikenal sebagai Kota Seribu Sungai, tapi karena pembangunan dan alih guna fungsi lahan banyak sungai yang kecil yang sekarang hanya manjadi selokan saja atau sudah menjadi hilang karena timbunan. Hal ini tentu saja mengakibatkan pengurangan daerah resapan air yang ada, apalagi Kota Banjarmasin memang berada dibawah permukaan laut.
Apalagi saat ini banyak sekali Ruko yang dibangun, pembangunan Ruko yang kebanyakan menggunakan sistem urug untuk fondasinya sangat berpengaruh terhadap hilangnya kemungkinan area tersebut menjadi resapan air. Saking banyaknya Ruko di Banjarmasin, saya cendrung menyebut Kota ini sebagai “Kota Seribu Ruko”. Walaupun ada Perda yang mengatur bahwa pembangunan Ruko harus dengan sistem panggung, tetapi tetap saja para Kontraktor membangun dengan sistem Urug karena alasan praktis dan ekonomis. Untuk pengawasan, pihak Pemko sepertinya masih lemah, seperti biasa Perda kan dibuat untuk “dilanggar” atau “diakali”.
Sungai-sungai di Banjarmasin kecuali Alur Sungai Barito, hampir tidak pernah mengalami pengerukan. Padahal sedimentasi sungai terus terjadi, akibatnya kedalaman sungai itu terus berkurang dan volume sungai dalam menampung air juga berkurang. Ditambah dengan curah hujan yang tinggi, tentu ini menjadi pasangan yang sangat serasi dalam melahirkan Banjir Kecil di Kota Banjarmasin.
Sampai saat ini, belum ada tindakan yang konkrit dari Pemerintah Kota Banjarmasin dalam mangatasi masalah yang telah menyebar ke seluruh Kota. Semoga Pemko bisa mencari solusi secepatnya, dan tidak hanya memikirkan masalah mutasi besar-besaran karena perubahan SOTK yang akan dilakukan pada Akhir Desember ini saja.
Sejak dulu memang Banjarmasin dikenal sebagai Kota Seribu Sungai, tapi karena pembangunan dan alih guna fungsi lahan banyak sungai yang kecil yang sekarang hanya manjadi selokan saja atau sudah menjadi hilang karena timbunan. Hal ini tentu saja mengakibatkan pengurangan daerah resapan air yang ada, apalagi Kota Banjarmasin memang berada dibawah permukaan laut.
Apalagi saat ini banyak sekali Ruko yang dibangun, pembangunan Ruko yang kebanyakan menggunakan sistem urug untuk fondasinya sangat berpengaruh terhadap hilangnya kemungkinan area tersebut menjadi resapan air. Saking banyaknya Ruko di Banjarmasin, saya cendrung menyebut Kota ini sebagai “Kota Seribu Ruko”. Walaupun ada Perda yang mengatur bahwa pembangunan Ruko harus dengan sistem panggung, tetapi tetap saja para Kontraktor membangun dengan sistem Urug karena alasan praktis dan ekonomis. Untuk pengawasan, pihak Pemko sepertinya masih lemah, seperti biasa Perda kan dibuat untuk “dilanggar” atau “diakali”.
Sungai-sungai di Banjarmasin kecuali Alur Sungai Barito, hampir tidak pernah mengalami pengerukan. Padahal sedimentasi sungai terus terjadi, akibatnya kedalaman sungai itu terus berkurang dan volume sungai dalam menampung air juga berkurang. Ditambah dengan curah hujan yang tinggi, tentu ini menjadi pasangan yang sangat serasi dalam melahirkan Banjir Kecil di Kota Banjarmasin.
Sampai saat ini, belum ada tindakan yang konkrit dari Pemerintah Kota Banjarmasin dalam mangatasi masalah yang telah menyebar ke seluruh Kota. Semoga Pemko bisa mencari solusi secepatnya, dan tidak hanya memikirkan masalah mutasi besar-besaran karena perubahan SOTK yang akan dilakukan pada Akhir Desember ini saja.
Karena kita sudah meninggalkan budaya rumah panggung yg memang sesuai dengan kondisi alam di kalsel. Sedangkan cara pengurukan adalah jalan mudah dan murah, dibanding dengan sistem tiang panggung, apalagi untuk bangunan ruko. Akibatnya seperti kita lihat, areal resapan air semakin berkurang, tinggi permukaan air pun bertambah. Kira-kira dalam 5 tahun lagi, bagaimana, ya? Mungkin kita akan naik jukung semua ... na'udzubillah
Smoga aja itu ga terjadi!
Amin
dari dulu masalah banjir memang belum ada solusinnya ...